peradaban yang tumbuh PADA MASA BANI UMAYYAH
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Wr.Wb
Segala puji bagi Allah Subhanahu
wa ta’ala, yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa
petunjuk dan agama yang haq sebagai rahmat bagi
seluruh alam Yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehinga penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah dengan judul “ PROSES
PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN dan peradaban yang tumbuh PADA MASA BANI UMAYYAH” dengan sebaik-baiknya dan Shalawat dan
salam atas Rasulullah yang telah menuntun umat manusia ke jalan yang lurus yang
berilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan saat ini , Nabi terakhir dan tak
ada lagi setelah dia.
Penulis menyadari
bahwa dalam penyusunan makalah ini, masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini
disebabkan oleh pengetahuan dan pengalaman penulis yang masih terbatas. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pembaca.
Dalam kesempatan ini pula penulis ingin
mengucapkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada guru agama yang
mengajar dikelas saya dan kawan-kawan yang telah membantu dalam penulisan
makalah ini.
Akhir
kata penulis mengharapkan supaya makalah ini bermanfaat baik bagi pembaca
maupun bagi penulis sendiri. Amin.
Wassalamu’alaikum
Wr. Wb
PENULIS
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .........................................................................................................
DAFTAR ISI .........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................
1.1 Latar Belakang .................................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................
1.3 Tujuan ..............................................................................................................................
1.4 Manfaat ............................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................
2.1 Perkembangan
Ilmu Pengetahuan Pada Masa Khulafaur Rasyidin .................................
2.2 Perkembangan ilmu pengetahuan pada Dinasti
Umayyah ...............................................
2.3 Ilmu pengetahuan yang muncul pada zaman
Dinasti Umayyah ......................................
2.4 Tokoh/Ilmuwan Muslim Pada Masa Bani Umayyah .......................................................
2.5 Pemikiran Tokoh Pendidikan Pada Masa Daulah Bani Umayyah ...................................
Peradaban
Yang Tumbuh Pada Masa Bani Umayyah 1 Di Damaskus
BAB IIIKESIMPULAN
3.1 Kesimpula.........................................................................................................................
Daftar Pustaka ......................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Perkembangan sejarah pendidikan dari
masa kemasa selalu mengalami progres yang berdampak baik bagi perkembangan
intelektual masyarakat Islam pada saat itu sampai sekarang. Pendidikan terus
mengalami perkembangan dari masa Rasulullah, masa Khulafa Ar-Rasyidin, Dinasti
Umayyah, Dinasti Abasiyyah, bahkan dinasti-dinasti kecil yang muncul diantara
dinasti keduanya dan semakin berkembang pula setelah masa pembaharuan
pendidikan Islam.
Seiring dengan itu pendidikan pada
periode Dinasti Umayyah telah ada beberapa lembaga seperti, Kuttab, Masjid dan
Majelis Sastra. Materi yang diajarkan bertingkat-tingkat dan
bermacam-macam. Metode pengajarannya pun tidak sama. Sehingga
melahirkan beberapa pakar ilmuan dalam berbagai bidang tertentu, selain itu
pada masa ini juga terjadi pergolakan politik untuk memperluas wilayah
kekuasaan. Semua itu berdampak kepada pola pendidikan Islam pada masa itu,
mulai dari adanya perbedaan kurikulum antara murid yang sekolah di Khuttab
dengan murid yang sekolah di sekolah Istana dan lain sebagainya.
Pada masa Dinasti Umayyah pola
pendidikan Islam senantiasa berusaha untuk bisa lebih maju dari
pendidikan Barat. Salah satu upaya yang dilakukan adalah kegiatan penerjemahan
buku-buku asing ke dalam bahasa Arab, berkembangnya lembaga pendidikan serta kurikulum
dan metodenya, berkembangnya ilmu pengetahuan, serta berkembang pula
gerakan-gerakan ilmiah yang belum digalakkan pada masa-masa sebelumnya.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman Khulafaur Rasyidin ?
2.
Bagaimanakah perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman Dinasti Umayyah.
3. Apa
saja ilmu pengetahuan yang muncul pada zaman Dinasti Umayyah?
4.
ilmu apa saja dan siapa tokohnya yang muncul pada zaman Dinasti Umayyah?
5. Tokoh/Ilmuwan Muslim Pada Masa Bani
Umayyah
6. Pemikiran Tokoh
Pendidikan
Pada Masa Daulah Bani Umayyah
1.3 Tujuan
1.
Mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman Khulafaur Rasyidin
2.
Mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan pada Dinasti Umayyah
3.
Mengetahui ilmu pengetahuan yang muncul pada Dinasti Umayyah
4.
Mengetahui ilmu dan tokohnya yang muncul pada zaman Dinasti Umayyah
5. Mengetahui Tokoh/Ilmuwan Pada Masa Bani
Umayyah
6. Mengetahui Pemikiran tokoh Pendidikan pada
Masa Daulah Bani Umayyah
1.4 Manfaat
1. Bagi Penulis
a.
Dapat mengetahui bagaimana perkembangan ilmu pengetahuan pada masa itu
b.
Dapat mengetahui ilmu dan tokoh ilmu pengetahuan yang muncul pada masa itu
c.
Dapat mengetahui karakteristik pendidikan pada masa itu
d. Dapat mengetahui tempat-tempat pendidikan
pada masa itu
2.
Bagi Pembaca
a.
Menambah luas wawasan sejarah islam pada zaman dahulu.
b.
Menumbuhkan semangat tinggi dalam belajar.
c.
Memotifasi buat siswa untuk berkarya tulis.
3.
Bagi Guru
a.
Mengetahui seberapa besar tingkat kemampuan siswa dalam membuat makalah.
b.
Menyukseskan kegiatan belajar mengajar.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Perkembangan Ilmu Pengetahuan Pada Masa Khulafaur
Rasyidin
Pada masa ini sering disebut dengan masa klasik awal (650 M – 690 M).Pada
masa klasik awal ini, merupakan peletakan dasar-dasar peradaban Islam yang
berjalan selama 40 tahun. Seperti halnya perkembangan ilmu pengetahuan pada
zaman Rasulullah, bahwa diantara kemajuan yang dicapai dibidang ilmu
pengetahuan dan sains pada masa ini adalah terpusat pada usaha untuk memahami
Al-Qur’an dan Hadits Nabi, untuk memperdalam pengajaran akidah, akhlak, ibadah,
mu’amalah dan kisah-kisah dalam Al-Qur’an.
Akan tetapi yang perlu dicatat bahwa,
pada masa ini telah ditanamkan budaya tulis dan baca. Dengan budaya baca tulis
maka lahirlah orang pandai dari para sahabat rasul, diantaranya Umar bin Khatab
yang mempunyai keahlian dibidang hukum dan jenius pada ilmu pemerintahan, Ali
bin Abi Thalib yang mempunyai keahlian dibidang hukum dan tafsir. Diantara ahli
tafsir dimasa itu adalah khalifah yang empat (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali),
Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Ubay Ibnu Ka’ab, Zaid Ibnu Tsabit, Abu Musa
Al-’Asy’ari dan Abdullah bin Zubair.Dan dari kalangan khalifah empat yang
paling banyak dikenal riwayatnya tentang tafsir adalah Ali bin Abi Thalib
r.a.Ibnu Abbas adalah anak paman Rasulullah SAW, sekaligus murid dari
Rasulullah. Ia dikenal sebagai ahli bahasa atau penterjemah Al-Qur’an. Dia
adalah sahabat yang paling pandai atau tahu tentang tafsir Al-Qur’an.Dia
mempunyai biografi yang menunjukkan kebolehan ilmunya dan kedudukannya yang
tinggi dalam hal penggalian secara mendalam tentang rahasia-rahasia Al-Qur’an.
2.2 Perkembangan ilmu pengetahuan pada
Dinasti Umayyah
Bani Umayyah
atau Kekhalifahan Umayyah, adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masa
Khulafaur Rasyidin yang memerintah dari 661 M sampai 750 M di Jazirah Arab dan
sekitarnya, serta dari 756 M sampai 1031 M di Kordoba, Spanyol. Nama dinasti
ini diambil dari nama tokoh Umayyah bin 'Abd asy-Syams, kakek buyut dari
khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu Muawiyah I. Masa ini sebagai masa
perkembangan peradaban Islam, yang meliputi tiga benua yaitu, Asia, Afrika, dan
Eropa. Masa ini berlangsung selama 90 tahun (661 M – 750 M) dan berpusat di
Damaskus.
Pada masa ini perhatian pemerintah
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan sangat besar. Penyusunan ilmu
pengetahuan lebih sistematis dan dilakukan pembidangan ilmu pengetahuan sebagai
berikut;
1. Ilmu pengetahuan
bidang agama yaitu, segala ilmu yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits.
2. Ilmu pengetahuan
bidang sejarah yaitu, segala ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah
dan riwayat.
3. Ilmu pengetahuan
bidang bahasa yaitu, segala ilmu yang mempelajari bahasa, nahwu, sharaf dan
lain-lain.
4. Ilmu pengetahuan
bidang filsafat yaitu, segala ilmu yang pada umumnya berasal dari bangsa asing,
seperti ilmu mantiq, kedokteran, kimia, astronomi, ilmu hitung dan ilmu lain
yang berhubungan dengan ilmu itu.
Penggolongan ilmu tersebut
dimaksudkan untuk mengklasifikasikan ilmu sesuai dengan karakteristiknya,
semuanya saling berhubungan satu dengan yang lainnya, karena satu ilmu tidak
bisa berdiri sendiri.Sehingga ilmu pengetahuan sudah menjadi satu keahlian,
masuk kedalam bidang pemahaman dan pemikiran yang memerlukan sitematika dan
penyusunan.
2.3
Ilmu pengetahuan yang muncul pada zaman Dinasti Umayyah
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa Bani Umayyah pada
umumnya berjalan seperti di zaman permulaan Islam, hanya pada perintisan dalam
ilmu logika, yaitu filsafat dan ilmu eksak. Perkembangan ilmu
pengetahuan pada masa ini masih berada pada tahap awal. Para pembesar Bani
Umayyah kurang tertarik pada ilmu pengetahuan kecuali Yazid bin Mua’wiyah dan
Umar bin Abdul Aziz. Ilmu yang berkembang di zaman Bani Umayyah
adalah ilmu syari’ah, ilmu lisaniyah, dan ilmu tarikh. Selain itu berkembang
pula ilmu qiraat, ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu nahwu, ilmu bumi, dan ilmu-ilmu
yang disalin dari bahasa asing. Kota yang menjadi pusat kajian ilmu
pengetahuan ini antara lain Damaskus, Kuffah, Makkah, Madinah, Mesir, Cordova,
Granada, dan lain-lain, dengan masjid sebagai pusat pengajarannya.
Ilmu
pengetahuan yang berkembang di zaman Dinasti Umayyah dapat diuraikan sebagai
berikut :
a. Al Ulumus Syari’ah, yaitu ilmu-ilmu Agama Islam, seperti Fiqih, tafsir
Al-Qur’an dan sebagainya.
b. Al Ulumul Lisaniyah, yaitu ilmu-ilmu yang perlu untuk memastikan bacaan Al
Qur’an, menafsirkan dan memahaminya.
c. Tarikh, yang meliputi tarikh kaum muslimin dan segala perjuangannya,
riwayat hidup pemimpin-pemimpin mereka, serta tarikh umum, yaitu tarikh
bangsa-bangsa lain.
d. Ilmu Qiraat, yaitu ilmu yang membahas tentang membaca Al Qur’an. Pada
masa ini termasyhurlah tujuh macam bacaan Al Qur’an yang terkenal dengan Qiraat
Sab’ah yang kemudian ditetapkan menjadi dasar bacaan, yaitu cara bacaan yang
dinisbahkan kepada cara membaca yang dikemukakan oleh tujuh orang ahli qiraat,
yaitu Abdullah bin Katsir (w. 120 H), Ashim bin Abi Nujud (w. 127 H), Abdullah
bin Amir Al Jashsahash (w. 118 H), Ali bin Hamzah Abu Hasan al Kisai (w. 189
H), Hamzah bin Habib Az-Zaiyat (w. 156 H), Abu Amr bin Al Ala (w. 155 H), dan
Nafi bin Na’im (169 H).
e. Ilmu Tafsir, yaitu ilmu yang membahas tentang undang-undang dalam
menafsirkan Al Qur’an. Pada masa ini muncul ahli Tafsir yang
terkenal seperti Ibnu Abbas dari kalangan sahabat (w. 68 H), Mujahid (w. 104 H),
dan Muhammad Al-Baqir bin Ali bin Ali bin Husain dari kalangan syi’ah.
f. Ilmu Hadis, yaitu ilmu yang ditujukan untuk menjelaskan riwayat dan sanad
al-Hadis, karena banyak Hadis yang bukan berasal dari
Rasulullah. Diantara Muhaddis yang terkenal pada masa ini ialah Az
Zuhry (w. 123 H), Ibnu Abi Malikah (w. 123 H), Al Auza’i Abdur Rahman bin Amr
(w. 159 H), Hasan Basri (w. 110 H), dan As Sya’by (w. 104 H).
g. Ilmu Nahwu, yaitu ilmu yang menjelaskan cara membaca suatu kalimat didalam
berbagai posisinya. Ilmu ini muncul setelah banyak bangsa-bangsa
yang bukan Arab masuk Islam dan negeri-negeri mereka menjadi wilayah negara
Islam. Adapun penyusun ilmu Nahwu yang pertama dan membukukannya
seperti halnya sekarang adalah Abu Aswad Ad Dualy (w. 69 H). Beliau
belajar dari Ali bin Abi Thalib, sehingga ada ahli sejarah yang mengatakan
bahwa Ali bin Abi Thalib sebagai Bapaknya ilmu Nahwu.
h. Ilmu Bumi (al- Jughrafia). Ilmu ini muncul oleh karena adanya
kebutuhan kaum muslimin pada saat itu, yaitu untuk keperluan menunaikan ibadah
Haji, menuntut ilmu dan dakwah, seseorang agar tidak tersesat di perjalanan,
perlu kepada ilmu yang membahas tentang keadaan letak wilayah. Ilmu
ini pada zaman Bani Umayyah baru dalam tahap merintis.
i. Al-Ulumud Dakhilah, yaitu ilmu-ilmu yang disalin dari bahasa asing ke dalam
bahasa Arab dan disempurnakannya untuk kepentingan kebudayaan
Islam. Diantara ilmu asing yang diterjemahkan itu adalah ilmu-ilmu
pengobatan dan kimia. Diantara tokoh yang terlibat dalam kegiatan ini
adalah Khalid bin Yazid bin Mu’awiyah (w. 86 H).
2.4. Tokoh/Ilmuwan
Muslim Pada Masa Bani Umayyah
Dalam sepak
terjang yang dilakukan Bani Umayyah di bidang pendidikan Islam, banyak
melahirkan para ulama yang ahli di bidangnya, mereka bertanggung jawab terhadap
kelancaran jalannya pendidikan, Dalam hal ini, Ulama memikul tugas mengajar dan
memberikan bimbingan serta pimpinan kepada masyarakat. Ulama bekerja atas dasar kesadaran dan tanggung jawab agama, bukan atas
dasar pengangkatan dan penunjukkan pemerintah
Diantara
ulama yang menjadi pendidik sekaigus sebagai ilmuan pada waktu itu adalah:
a)
Seni Bahasa dan Sastra
Pada masa pemerintahan Abd. Malik
bin Marwan, bahasa arab digunakan sebagai administrasi negara. Dengan
penggunaan bahasa Arab yang semakin luas dibutuhkan suatu panduan bahasa yang
dapat digunakan semua orang. Hal itu mendorong lahirnya seorang ahli bahasa
terkemuka yang bernama Imam Syibawaihi, yang mengarang sebuah buku yang berisi
pokok-pokok kaidah bahasa Arab yang berjudul al-Kitab. Disamping itu, pada
pemerintahan Dinasti Umayyah di Andalusia terdapat juga ahli bahasa yang
terkenal, antara lain: Ibnu Malik pengarang kitab Alfiah, Ibn Sayyidih, Ibn
Khuruf, Ibn Al-Haj, Abu Ali Al-Isybili, Abu Al-hasan Ibn Usfur, dan Abu Hayyan
Al-Garnathi, al-Farisi, al-Zujaj. Di bidang sastra juga mengalami
kemajuan. Hal itu ditandai dengan munculnya sastrawan-sastrawan yang terkemuka,
seperti:
a. Qays Bin Mullawah menyusun buku
yang berjudul Laila Majnun, wafat pada tahun 699 M.
b. Jamil Al-Uzri (701 M)
c. Al-Akhtal (701 M)
d. Umar Ibn Abi Rubi’ah (719 M)
e. Al-Farazdaq (732 M)
f. Ibnu Al-Muqoffa (756 M)
b. Ilmu Tafsir
Ilmu tafsir memliki makna yang
strategis, disamping karena luasnya faktor kawasan Islam ke beberapa
daerah luar Arab yang membawa konsekuensi lemahnya seni sastra Arab. Hal ini
menyebabkan pencemaran bahasa Al-Qur'an dan makna Al-Qur'an yang digunakan
untuk kepentingan golongan tertentu. Diantara tokoh-tokohnya adalah Mujahid,
Athak bin Abu Rabah, Ikrimah, Qatadah, Said bin Jubair, Masruq bin al-Ajda',
Wahab bin Munabbih, Abdullah bin Salam, Abd Malik Ibnu Juraid al-Maliki.
Ilmu tafsir pada masa itu belum mengalami perkembangan pesat sebagaimana
terjadi pada masa pemerintahan Bani Abbasiyyah. Tafsir berkembang dari lisan ke
lisan, sampai akhirnya tertulis. Ahli tafsir yang pertama pada masa itu ialah
Ibnu Abbas, salah seorang sahabat nabi sekaligus paman nabi yang terkenal.
c. Ilmu Hadits
Perkembangan ilmu Hadits sendiri
terjadi setelah diketahui banyaknya hadits palsu yang dibuat oleh kelompok
tertentu untuk kepentingan politik. Sebelumnya hadits hanya diriwayatkan dari
mulut ke mulut. Setengah sahabat dan para pelajar ada yang mencatat
hadits-hadits itu dalam buku catatannya. Atas dasar itulah dirasa penting untuk
menyusun atau mengumpulkan dan membukukan Hadits-hadits tertentu saja, yang
dikira kuat dalam sanad dan matannya. Diantara para ahli hadits yang terkenal
pada masa itu ialah Muhammad bin Syihab al-Zuhri, Hadits ada al-Zuhry, Abu Zubair Muhammad bin
Muslim bin Idris.
d. Fiqih
Pada periode Umayyah, telah
melahirkan sejumlah mujtahid fiqih, terbukti ketika akhir masa Umayyah telah
akhir tokoh madzhab seperti Imam Abu Hanifah di Irak dan Imam Malik Ibu Anas di
Madinaah. Sedangkan Imam Syafi'i dan Imam Ahmad Ibnu Hambal lahir pada masa
Dinasti Abbasiyyah.Dan di bidang fiqih, Umayyah di Spanyol Islam menganut
mazhab Maliki, maka para ulama memperkenalkan materi-materi fiqih dari mazhab
Imam Maliki. Para Ulama yang memperkenalkan
mazhab ini adalah Ziyad ibn Abd Al-Rahman. Perkembangan selanjutnya ditentukan
ibn Yahya yang menjadi qadhi pada masa Hisyam ibn Abd Rahman. Ahli-ahli fiqih
lainnya adalah Abu bakar ibn
Al-Quthiyah, Munzir ibn Said Al-Baluthi dan Ibn Hazm, kemudian abu bakar al
quthiyah, munzir bin sa,if al-baluthi dan ibnu hazim.
e. ilmu kimia
Khalifah Yazid bin Muawiyyah seorang
khalifah yang pertama kali meyuruh untuk menerjemahkan buku-buku berbahasa
Yunani ke dalam bahasa Arab. Beliau mendatangkan beberapa orang Romawi yang
bermukim di mesir. Diantaranya Maryanis seorang pendeta yang mengajarkan
ilmu kimia.
f. Ilmu Kedokteran
Peduduk Syam di Zaman ini telah banyak
menyalin bermacam ilmu ke dalam bahasa Arab, seperti: ilmu-ilmu kedokteran
misalnya karangan Qais Ahrun dalam bahasa Suryani yang disalin ke dalam bahasa
Arab Masajuwaihi.
g. Ilmu Filsafat
Islam di Andalusia telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat brilian
dalam bentangan sejarah islam. Ia berperan sebagai jembatan penyeberangan yang
di lalui ilmu pengetahuan Yunani Arab ke Eropa abad ke 12 minat terhadap
filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 selama
pemerintahan bani umayyah. Tokoh pertama dalam sejarah filsafat Andalusia dalah
Abu Bakr Muhammad bin al-Syaigh yang terkenal dengan nama Ibnu Bajjah. Karyanya
adalah Tadbir al-muwahhid, tokoh kedua adalah Abu Bakr bin Thufail yang banyak
menulis masalh kedokteran, astronomi dan filsafat. Karya filsafatnya yang
terkenal adalah Hay bin Yaqzhan. Tokoh terbesar dalam bidang filsafat di
Andalusia adalah Ibnu Rusyd dari cordova. Ia menafsirkan maskah – naskah
aristoteles dan menggeltuti masalah – masalah menahun tentang keserasian filsafat
agama.
h. Musik dan Kesenian
Dibidang ini dikenal seorang tokoh bernama Hasan
bin Nafi yang berjuluk Zaryah. Dia juga terkenal sebagai penggubah lagu dan
sering mengajarkan ilmunya kepada siapa saja sehingga kemasyhurannya makin
meluas
2.5.
Pemikiran Tokoh Pendidikan Pada Masa Daulah Bani Umayyah
Berikut ini
nama-nama ilmuwan beserta bidang keahlian yang berkembang di Andalusia masa
dinasti Bani Umayyah :
No
|
Nama
|
Bidang Keahlian
|
Keterangan
|
1
|
Abu Ubaidah Muslim Ibn
Ubaidah al Balansi
|
- Astrolog
- Ahli
Hitung
- Ahli
gerakan bintang-bintang
|
Dikenal sebagai Shahih
al Qiblat karena banyak sekali mengerjakan penetuan arah shalat.
|
2.
|
Abu al Qasim Abbas ibn
Farnas
|
- Astronom
kimia
|
Ilmi kimia, baik kimia murni
maupun terapan adalah dasar bagi ilmu farmasi yang erat kaitannya dengan ilmu
kedokteran. Farmasi dan ilmu kedokteran telah mendorong para ahli untuk
menggali dan mengembangkan ilmu kimia dan ilmu tumbuh-tumbuhan untuk
pengobatan.
|
3
|
Ahmad ibn Iyas al Qurthubi
|
Kedokteran
|
Hidup pada masa Khalifah
Muhammad I ibn abd al rahman II Ausath
|
4.
|
Yahya ibn Ishaq
|
Hidup pada masa khalifah
Badullah ibn Mundzir
|
|
5.
|
Abu Daud Sulaiman ibn Hassan
|
Hidup pada masa awal
khalifah al Mu’ayyad
|
|
6.
|
Abu al Qasim al Zahrawi
|
- Dokter
Bedah
- Perintis
ilmu penyakit telinga
- Pelopor
ilmu penyakit kulit
|
Di Barat dikenal dengan
Abulcasis. Karyanya berjudul al Tashrif li man ‘Ajaza ‘an al Ta’lif, dimana
pada abad XII telah diterjemahkan oleh Gerard of Cremona dan dicetak ulang di
Genoa (1497M), Basle (1541 M) dan di Oxford (1778 M) buku tersebut menjadi
rujukan di universitas-universitas di Eropa.
|
7.
|
Abu Marwan Abd al Malik ibn
Habib
|
- Ahli
sejarah
- Penyair
dan ahli nahwu sharaf
|
- wafat
238/852
- salah
satu bukunya berjudul al Tarikh
|
8.
|
Yahya ibn Hakam
|
- Sejarah
- Penyair
|
-
|
9.
|
Muhammad ibn Musa al razi
|
- Sejarah
|
- wafat
273/886
- Menetap
di Andalusia pada tahun 250/863
|
10.
|
Abu Bakar Muhammad ibn Umar
|
- Sejarah
|
- Dikenal
dengan Ibn Quthiyah
- Wafat
367/977
- Bukunya
berjudul Tarikh Iftitah al Andalus
|
11.
|
Uraib ibn Saad
|
- Sejarah
|
- Wafat
369/979
- Meringkas
Tarikh al- thabari, menambahkan kepadanya tentang al Maghrib dan Andalusia,
disamping memberi catatan indek terhadap buku tersebut.
|
12.
|
Hayyan Ibn Khallaf ibn
Hayyan
|
- Sejarah
& sastra
|
- Wafat
469/1076
- Karyanya
: al Muqtabis fi Tarikh Rija al Andalus dan al Matin.
|
13.
|
Abu al Walid Abdullah ibn
Muhammad ibn al faradli.
|
- Sejarah
- Penulis
biografi
|
- Lahir
di Cordova tahun 351/962 dan wafat 403/1013.
- Salah
satu karyanya berjudul Tarikh Ulama’i al Andalus
|
Perkembangan
Bahasa dan Sastra Arab tidak terlepas daripada peran para ulama dan sastrawan,
diantaranya adalah :
- Ali al Qali. Ia adalah seorang tokoh besar pada zamannya. Ia dibesarkan dan menimba ilmu Hadits, bahasa, sastra, Nahwu dan sharaf dari ulama-ulama terkenal di Baghdad. Pada tahun tahun 330/941 al Nashir mengundang beliau untuk menetap di Cordova dan sejak saat itu Ali mengembangkan ilmu Islam sampai wafatnya (358/696). Dari sekian banyak karya tulisnya yang bernilai tinggi, diantaranya adalah al Amalî dan al Nawâdir.
- Ibn al Quthiyah Abu Bakar Muhammad Ibn Umar. Ia adalah seorang ahli bahasa Arab, Nahwu, penyair dan sastrawan. Ia menulis buku dengan judul al Af’âl dan Fa’alta wa Af’alât. Ia meninggal pada tahun 367/977.
- Al Zabidi. Ia adalah guru dari Ibn Quthiyah. Al Zabidy sudah mengembangkan bahasa dan sastra di Andalusia sebelum adanya Ali al Qali. Bukunya yang terkenal adalah Mukhtashar al ‘Ain dan Akhbar al Nahwiyyîn.âîû
- Said Ibn Jabir, ia juga merupakan salah satu guru dari Ibn Quthiyah.
- Muhammad ibn Abdillah ibn Misarrah al Bathini (269-319) dari Cordova dikenal sebagai orang pertama yang menekuni filsafat di Andalusia.
Berikut ini
Bibliografi beberapa sastrawan Andalusia :
- Abu Amr Ahmad ibn Muhammad ibn Abd Rabbih. Lahir di Cordova 246/860. ia menekuni ilmu kedokteran dan musik, tetapi kecenderungannya lebih banyak kepada sastra dan sejarah. ia berhasil menggubah syari-syair pujian (madah) bagi empat khilafah Umawiyah, sehingga ia mendapat kedudukan terhormat di istana. Pada masa al Nashir ia menggubah 440 bait syair dengan menggunakan bahan acuan sejarah. Pada masa tuanya, Abu Amr menyesali kehidupan masa mudanya, kemudian ia berzuhud. Oleh karenanya ia menggubah syair-syair zuhdiyyat yang ia himpun dalam al Mumhishât. Sebagian besar karya syairnya sudah hilang, sedangkan yang berupa prosa ia tuangkan dalam karyanya yang diberi nama al ‘Aqd al Fârid. Ia pada tahun 328/940 dalam keadaan lumpuh.
- Abu Amir Abdullah ibn Syuhaid. Lahir di Cordova pada tahun 382/992. Ia dikenal dekat dengan penguasa. Dengan keterlibatannya dengan kemelut politik, ia sering membuat syair-syair dalma rangka membesarkan atau menggulingkan seorang penguasa. Pada masa kekuasaan Hamudiyah penyair ini dipenjarakan dan menerima penghinaan serta penganiayaan yang berat. Ia dibebaskan dalam keadaan lumpuh sampai wafat pada tahun 427/1035. Karyanya dalam bentuk prosa adalah Risâlah al Tawâbi’ wa al Zawâbigh, Kasyf al Dakk wa Atsar al Syakk dan Hanut ‘Athar.
- Ibn Hazm. Lahir pada tahun 384/994) merupakan penyair sufi yang banyak menggubah puisi-puisi cinta.
Ilmuan Muslim yang terkenal pada masa bani
Umayyah, antara lain :
a.
Hasan al-Basri dan Sulaiman bin Umar. Beliau
adalah ahli fiqih dan ahli hadist yang selalu dimintai fatwa oleh khalifah Umar
bin Abdul Azis tentang kebijaksanaannya.
b.
Imam Muhammad bin Muslim bin Syihab az-Zuhri
(Ibnu Syihab az-Zuhri). Beliau adalah ahli hadis, pengumpul dan penulis hadis
pada masa khalifah Umar bin Abdul Azis.
c.
Wasil bin Atha’. Pendiri aliran Muktazilah (
berarti orang yang memisahkan diri), yaitu aliran dalam Islam yang lebih
mementingkanakal fikiran dibandingkan dengan dalil naqli bertentangan dengan
aliran Ahlus sunnah Wal Jama’ah, beliau adalah murid Hasan al-Basri
setelah berbeda pendapat dengan gurunya ia memisahkan diri.
Peradaban
Yang Tumbuh Pada Masa Bani Umayyah 1 Di Damaskus
Peradaban Islam masa
Bani Umayah dimulai sejak terbunuhnya Ali bin Abi Thalib oleh kaum Khawarij
yang tidak setuju dengan keputusan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah terakhir
dari Khulafaurrasyidin yang melakukan perdamaian (tahkim/arbitrase)
dalam perang Shiffin dengan pihak Muawiyah yang kemudian menjadi khalifah
pertama bani Umayah pada 661 M./41 H.
Peradaban Islam pada
masa bani Umayah, tulis Hasan Ibrahim Hasan, berjalan selama kurang lebih 90
tahun dengan 14 orang khalifah. Mereka adalah Muawiyah bin Abu Sufyan, Yazid
bin Muawiyah, Muawiyah bin Yazid, Marwan bin Al Hakam, Abdul Malik bin Marwan,
Al Walid bin Muhammad, Sulaiman bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz, Yazid bin
Marwan, Hisyam bin Abdul Malik, Al Walid bin Muhammad, Yazid bin Muhammad,
Ibrahim bin Muhammad dan Marwan bin Muhammad. 1
Namun dari keempat belas khalifah di atas, hanya lima saja yang merupakan
khalifah-khalifah besar menurut Harun Nasution. Mereka adalah Muawiyah bin Abu
Sufyan (661-680M.), Abdul Malik bin Marwan (685-705M.), Al Walid bin Abdul
Malik, Umar bin Abdul Aziz (717-720M.), dan Hisyam bin Abdul Malik (724-743
M.).
A. POLITIK, SOSIAL DAN PEMERINTAHAN ISLAM
1. Dari Sistem Syura ke Sistem Kerajaan
Dari kacamata politik,
terutama pada penetapan kepala pemerintahan, Peradaban Islam bani Umayah ditandai
dengan adanya perubahan mendasar yang membedakannya dari peradaban Islam masa
Rasul dan Khulafaurrasyidin, yaitu perubahan sistem pemerintahan dari sistem
syura ke sistem kerajaan di mana sang khalifah sebelum meninggal dunia berhak
menentukan siapa yang akan menjadi penggantinya kelak tanpa ada seorang pun
yang berhak menghalanginya. Jadi, meskipun sang kepala negara tetap menggunakan
istilah khalifah, namun artinya sudah berbeda dengan istilah khalifah pada masa
Khulafaurrasyidin di mana seorang khalifah tidak memiliki otoritas penuh
terhadap penentuan pemimpin pemerintahan yang akan menggantinya.
Pewarisan kekhilafahan
ini dimulai sejak khalifah bani Umayah yang pertama yaitu Muawiyah bin Abu
Sufyan yang telah mengangkat anaknya sendiri, Yazid sebagai putera mahkota
berdasarkan saran yang dilontarkan oleh Al Mughirah bin Syu’bah, Gubernur
Kufah. Menurut Hasan Ibrahim Hasan, Al Mughirah bin Syu’bah menyarankan kepada
Muawiyah agar mewariskan kekhalifahan ini ke Yazid setelah mendengar berita
bahwa ia akan dipecat dan jabatannya sebagai Gubernur pada tahun 49 H. dan
digantikan oleh Sa’id bin Al Ash yang diterima oleh Muawiyah dan penobatan
Yazid sebagai putera mahkota pun dilakukan meskipun masyarakat di Madinah
secara mayoritas tidak menyetujui hal ini.
Menurut penulis,
meskipun pewarisan kekhalifahan ini atas saran dari Al Mughirah bin Syu’bah,
namun sejatinya telah menjadi keinginan kuat Muawiyah sebagai seorang politikus
ulung. Hal ini bisa dilihat dari begitu kuatnya ia mempertahankan keputusannya
tersebut meskipun tidak mendapat persetujuan dari mayoritas penduduk Madinah.
Bahkan, Muawiyah pun mengancam akan membunuh Abdullah bin Umar, Abdullah bin
Zubair dan Al Husain bin Ali sebagai para pemuka masyarakat Madinah jika mereka
menolak keputusannya.
2. Perluasan Wilayah Kekuasaan
Pada masa bani Umayah,
ekspansi Islam yang terhenti pada masa Usman dan Ali karena konflik internal,
dilanjutkan. Diawali dengan Mu’awiyah bin Abu Sufyan (661-680 M.) sebagai
khalifah pertama, di bagian Barat, Tunisia dapat ditaklukkannya dengan mengirim
Uqbah Ibn Nafi’ sebagai panglima tentaranya. Sedangkan di bagian Timur,
sebagaimana disimpulkan oleh Badri Yatim, ia menguasai daerah Khurasan sampai
ke sungai Oxus dan Afghanistan sampai ke Kabul.
Pada
masa Abdul Malik Ibn Marwan (685-705 M.), ekspansi ke Timur di bawah pimpinan
Al Hajjaj Ibn Yusuf dilanjutkan dengan menguasai Balkh, Bukhara, Khawariz,
Ferghana dan Samarqand melalui sungai Oxus yang dilanjutkan dengan menaklukkan
Balukhistan, Sind dan Punjab dan Multan. Sedangkan ke Barat, ekspansi secara
besar-besaran dilakukan oleh al Walid Ibn Abdul Malik (705-715 M.) dengan
mengirim Musa Ibn Nushair sebagai pimpinan tentaranya yang dimulai dari Afrika
Utara dengan menaklukkan Al Jazair dan Maroko hingga hingga ke Spanyol di Barat
Daya benua Eropa dengan pengiriman Thariq bin Ziyad sebagai panglima perang
melalui selat Gibraltar (jabal Thariq) sehingga kota Toledo sebagai
ibukota Spanyol pun dapat dikuasai. Begitu juga kota Seville, Malaga, Elvira
dan Cordoba yang kemudian menjadi ibukota Spanyol Islam. Ekspansi Islam di
Spanyol ini dilanjutkan oleh Musa Ibn Nushair yang sebelumnya telah menguasai
Al Jazair dan Maroko.
Sebenarnya perluasan
wilayah kekuasaan Islam pada masa bani Umayah telah sampai ke Perancis melalui
pegunungan Piranee yang dilakukan oleh Abdurrahman bin Abdullah Al Ghafiqi pada
jaman Umar bin Abdul Aziz (717-720 M.). Namun ekspansi ini gagal dan Al Ghafiqi
pun terbunuh.
Wilayah-wilayah
kekuasaan Islam pada masa bani Umayah ini, tulis Harun, telah membuat Islam
menjadi negara yang sangat besar. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena
wilayah-wilayah kekuasaan Islam pada masa ini telah meliputi Spanyol, Afrika
Utara, Syria, Palestina, Semenanjung Arabia, Irak, sebahagian dari Asia Kecil,
Persia, Afghanistan, Daerah yang sekarang disebut Pakistan, Rurkmenia, Uzbek
dan Kirgis (di Asia Tengah).7
3. Tumbuhnya Gerakan Politik dan Keagamaan
Pada masa Utsman dan
Ali pertumbuhan gerakan politik maupun keagamaan masih terbatas pada
individu-individu tertentu, pada masa bani Umayah gerakan-gerakan ini
berkembang menjadi kelompok-kelompok.
Berkenaan dengan hal
ini dapat dijelaskan di sini bahwa sebelum dinasti Umayah berdiri, yaitu pada
masa kekhalifahan Utsman bin Affan, karena kebijakan-kebijakannya yang banyak
menguntungkan pihak keluarganya saja, sebagian umat Islam kecewa dengan
kepemimpinan Utsman. Kekecewaan ini berakhir dengan terbunuhnya Utsman dan
berpindahnya kekhalifahan ke tangan Ali bin Abi Thalib. Ali bin Abi Thalib pun
akhirnya dibunuh oleh para pengikutnya sendiri karena kecewa atas keputusannya
menerima arbitrase yang diajukan Muawiyah sebagaimana telah dijelaskan di atas.
Kekecewaan-kekecewaan inilah yang mendorong lahirnya gerakan-gerakan
pemberontakan menentang pemerintah di masa Utsman dengan munculnya oposisi Abu
Dzar Al ghiffari dan Ibn Abi Hudzaifah dan oposisi Thalhah, Az Zubair dan
Aisyah di masa Ali yang mengakibatkan terjadinya perang Jamal dilanjutkan
dengan mengkristalnya gerakan-gerakan politik dan keagamaan pada masa bani
Umayah.
Adapun gerakan-gerakan
politik dan keagamaan yang berkembang pada masa bani Umayah adalah sebagai
berikut:
- Syi’ah,
Syi’ah adalah kelompok pendukung Ali bin
Thalib sebagai khalifah keempat yang menggantikan Utsman bin Affan. Kelompok
yang sejatinya telah muncul sejak masa Rasul ini semakin menguat terutama
karena pihak Muawiyah dan para pengikutnya menolak untuk membaiat Ali sebagai
khalifah. Pihak Muawiyah sendiri menganggap Ali terlibat dalam pembunuh Utsman
yang membuatnya berkeras untuk memeranginya jika tidak segera menyelesaikan
kasus pembunuhan Utsman. Akibatnya perang Shiffin pun terjadi antara Syi’ah
yang dipimpin oleh Ali dan pihak Muawiyah pada 37 H. yang diakhiri dengan
penobatan Muawiyah sebagai khalifah pengganti Ali setelah diadakan tahkim di
Daumatul Jandal di mana pada tahkim tersebut Muawiyah mengirim Amr bin Ash,
seorang ahli politik Arab dan Ali mengutus Abu Musa yang sebenarnya tidak
disukainya. Dalam tahkim tersebut, baik Abu Musa maupun Amr bin Ash sepakat
untuk mengganti khalifah Ali, namun mereka berbeda tentang siapa penggantinya.
Abu Musa memilih Abdullah bin Umar sedangkan Amr bin Ash belum menyebutkan
siapa-siapa dan dengan kecerdikannya ia pun mengukuhkan Muawiyah sebagai
pengganti Ali.
Pada masa bani Umayah,
kaum Syi’ah meningkat rasa kebenciannya kepada pemerintahan bani Umayah, sejak
masa Muawiyah yang telah memerintahkan Al Mughirah bin Syu’bah sebagai Gubernur
Kufah untuk mengutuk Ali pada setiap khutbahnya, pemberontakan-pemberontakan,
hingga masa-masa kehancuran bani Umayah.
2. Khawarij
Khawarij
adalah kelompok penentang Ali yang sebelumnya menjadi pengikutnya yang setia.
Mereka memisahkan diri dan keluar dari barisan pendukung Ali karena tidak
setuju dengan kebijakan Ali yang bersedia melakukan tahkim dengan pihak
Muawiyah yang mereka anggap pembangkang dan harus dibunuh. Kelompok ini
dianggap musuh oleh kalangan Syi’ah maupun Muawiyah karena telah menganggap
keduanya telah keluar dari Islam dan halal darahnya. Sebaliknya kaum Khawarij,
sebagaimana dijelaskan oleh Hasan Ibrahim Hasan, lebih membenci kelompok
Muawiyah dari kelompok Ali karena menurut keyakinan mereka, Muawiyah adalah
orang yang menghambur-hamburkan harta kekayaan kaum muslimin di samping
statusnya sebagai khalifah yang bukan berdasarkan konsensus dan kerelaan kaum
muslimin.
3. Kelompok Ibn Zubair
Sebelumnya
telah disebutkan bahwa kelompok ini telah muncul pada masa kekhalifahan Ali bin
Abi Thalib. Dan pada masa bani Umayah, meskipun selama jangka waktu yang cukup
lama dalam pemerintahan Muawiyah nampak hilang dari peredaran, setelah
penobatan Yazid bin Muawiyah sebagai putera mahkota, Abdullah bin Zubair pun
bangkit kembali dan menentang langkah yang ditempuh Muawiyah dan berusaha untuk
menggagalkan ketetapan penobatan tersebut yang didukung sebagian kaum muslimin.
Menurut Hasan Ibrahim Hasan, dukungan kaum muslimin kepada Abdullah bin Zubair
ini disebabkan oleh empat faktor, yaitu perpindahan kekhilafahan dari sistem
syura ke sistem pewarisan, terbunuhnya Husein bin Ali, kejamnya para pejabat
pemerintahan terhadap penduduk wilayah pemerintahan bani Umayah dan kesalehan serta
ketakwaan Abdullah bin Zubair dalam beragama.
Abdullah
bin Zubair pun akhirnya menetapkan dirinya sebagai khalifah dan menjadikan
Hijaz sebagai pusat pemerintahannya. Namun, gerakan politik yang dilakukan
kelompok Ibn Zubair ini berhasil ditumpas dan ia pun mati terbunuh dalam suatu
serangan pada masa Abdul Malik bin Marwan pada 73 H.
4.
Murjiah
Murjiah
adalah suatu kelompok yang lahir di Damaskus, ibukota pemerintahan bani Umayah.
Mereka adalah kelompok yang menangguhkan hukuman atas dosa yang dilakukan oleh
umat Islam. Berbanding terbalik dari pandangan Khawarij, kelompok ini tidak
mengkafirkan siapa pun dan mereka menyerahkan ketentuan hukum yang bersangkutan
kepada Allah Swt. Secara politis, mereka adalah kelompok yang menerima
pemerintahan bani Umayah. Oleh karena itu, menurut Hasan Ibrahim Hasan, cahaya
kelompok ini pun redup bersamaan dengan runtuhnya kekhilafahan bani Umayah.
5.
Mu’tazilah
Mu’tazilah
adalah suatu kelompok keagamaan yang banyak menggunakan akal. Pada
perkembangannya kemudian, kelompok ini juga terlibat dalam pembicaraan tentang
politik. Dalam bidang terakhir ini, kelompok ini nampak sebagai pendukung Ali
bin Thalib (Syi’ah) yang mereka sebut sebagai Imam Pertama Mereka. Tapi
sebenarnya antara Syi’ah dan Mu’tazilah terdapat perbedaan-perbedaan yang
sangat mendasar, terutama terutama yang berkaitan dengan teori syi’ah yang
menyatakan bahwa seorang Imam itu terpelihara dari dosa.
4. Diwan
Perkataan diwan,
sebagaimana ditulis Ibn Khaldun, berasal dari bahasa Persia “diwanah”
yang berarti catatan atau daftar. Nama ini kemudian berkembang menjadi untuk
digunakan sebagai tempat di mana diwan disimpan. Agar lebih praktis, nama ini
disingkat menjadi diwan. Diwan ini, di kalangan orang Arab didirikan pertama
kali didirikan oleh Umar bin Khattab, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
Pada
masa bani Umayah, menurut Hasan Ibrahim Hasan, diwan yang didirikan terbatas
pada empat diwan penting, yaitu Diwan Pajak, Diwan Persuratan, Diwan Penerimaan
dan Diwan Stempel di samping ada juga diwan lain yang posisinya berada di bawah
keempat di atas seperti diwan yang mengatur keperluan polisi dan tentara.
5. Barid
Karena luasnya wilayah
kekuasaan Islam sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, pada masa bani
Umayah sejak khalifah Mu’awiyah telah dibentuk suatu badan atau lembaga yang
pada masa sekarang dikenal dengan nama Kantor Pos, yang bertugas mengantarkan surat-surat
maupun dokumentasi penting lainnya ke suatu wilayah, terutama dalam
pemerintahan Islam. Lembaga ini disebut dengan Barid yang telah dijalankan oleh
para kaisar Persia dan Romawi pada waktu itu. Oleh karena itu, mengenai sebutan
Barid ini ada yang mengatakan bahwa ia berasal dari bahasa Persia, baridah
yang berarti yang dipotong ekornya, karena orang-orang Persia biasa memotong
ekor kuda yang dipergunakan sebagai barid agar bisa dibedakan dengan hewan
tunggangan lainnya. Dalam bahasa Arab sendiri, barid mengandung arti
jarak yang ditempuh sejauh 12 mil yang kemudian berkembang dan dipergunakan
untuk nama utusan.
Abdul
Malik bin Marwan, khalifah ketiga bani Umayah (685-705 M.), karena pentingnya
Barid ini dalam jalannya roda pemerintahan, berpesan agar tidak menahan petugas
Barid yang datang untuk menemuinya baik siang maupun malam, karena jika hal itu
terjadi, berarti pekerjaan suatu wilayah telah hancur selama satu tahun
lamanya.
5. Kepolisian
Pada masa Bani umayah
kepolisian mengalami perkembangan. Berbeda dari masa-masa sebelumnya, pada masa
ini terutama pada pemerintahan Hisyam bin Abdul Malik (102-125H.) ketika
dimasukkan seorang kepala yang berwewenang meneliti tindakan-tindakan militer
dan dianggap sebagai penengah antara wewenang kepala polisi dan komandan
militer.
Pada masa ini markas
kepolisian bertambah menjadi dua setelah Shalih bin Ali Al Abbasi mendirikan Darussyurthah
Al ‘Ulya, suatu markas kepolisian yang berlokasi di Al Mu’askar pada 132 H.
setelah sebelumnya telah didirikan pula Darussyurthah As Sufla, yang
berlokasi di Fusthat.
6. Angkatan Perang
Dalam masalah angkatan
perang, bani Umayah melanjutkan apa yang telah dilakukan Umar bin Khattab yang
telah membentuk Diwan Tentara yang bertugas megidentifikasi nama-nama,
sifat-sifat, gaji dan pekerjaan mereka dan mengembangkannya dengan mengadopsi
sistem Ta’biah dari orang-orang Persia, yaitu membagi para tentara
menjadi lima kesatuan. Lima kesatuan ini, sebagaimana diuraikan Hasan Ibrahim
Hasan terdiri dari Jantung Tentara karena berada di bagian tengah kesatuan,
Kesatuan Kanan karena di sebelah kanan, Kesatuan Kiri karena posisinya di
sebelah kiri, Kesatuan Pendahuluan, yaitu para penunggang kuda yang berada di
depan dan Kesatuan Pengiring yang berada di belakang kesatuan.19
Salah satu perkembangan
dalam bidang angkatan perang ini adalah dibuatnya pabrik kapal laut pada tahun
54 H. setelah serangan yang dilancarkan oleh tentara Romawi yang menyebabkan
banyak kaum muslimin yang gugur. Berkenaan dengan angkatan laut Islam ini,
Hasan Ibrahim Hasan menyatakan bahwa bangsa Arab dalam cara berperang di laut
pada mulanya meniru bangsa Byzantium. Namun, pada perkembangannya kemudian
merekalah yang menjadi guru bangsa Eropa dalam bidang ini. Kenyataan ini
seperti ditunjukkan dalam istilah-istilah kelautan yang berasal dari bahasa
Arab dan masih dipergunakan hingga sekarang.
7. Peradilan
Pada masa bani Umayah,
sebagaimana sebelumnya, para hakim yang diangkat adalah orang-orang pilihan
yang sangat takut kepada Allah Swt dan adil dalam menetapkan suatu keputusan.
Perkembangan yang terjadi adalah bahwa pada masa ini keputusan-keputusan hakim
sudah mulai dicatat. Hasan Ibrahim Hasan mengatakan bahwa Salim bin Anas adalah
hakim pertama pada masa bani Umayah yang melakukan pencatatan ketetapan hukum.21
Selain itu, peradilan
pada masa bani Umayah dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu Al Qadla’,
yaitu peradilan yang menyelesaikan perkara-perkara yang berhubungan dengan
agama, Al Hisbah, yang mengurus masalah-masalah pidana dan Al
Mazhalim, yaitu lembaga tertinggi yang mengadili para pejabat tinggi dan
hakim-hakim. Yang terakhir ini juga dipergunakan untuk menyelesaikan
perkara-perkara yang belum tuntaspada pengadilan Al Qadla’ dan Al
Hisbah (pengajuan banding). Pengadilan pada Al Mazhalim ini memiliki
tingkat kepentingan yang sangat tinggi sehingga, sebagaimana ditulis Hasan
Ibrahim Hasan, setiap persidangan pada Al Mazhalim harus dihadiri oleh lima
kelompok persidangan, mereka adalah para pembela dan pembantunya, para hakim
penasehat, para ahli fikih, para sekretaris dan para saksi.
B. Ekonomi Islam
Tidak banyak dinamika
dan perkembangan yang terjadi dalam peradaban Islam khususnya dalam bidang
ekonomi Islam pada masa bani Umayah. Namun, jika dibandingkan dengan ekonomi
pada masa Khulafaurrasyidin, pada masa ini terjadi peningkatan pemasukan
keuangan seiring dengan meluasnya ekspansi Islam di berbagai belahan dunia pada
waktu itu.
Baitul Mal yang telah
didirikan pada masa Umar bin Khattab, pada masa bani Umayah juga merupakan
lembaga penting yang menentukan keuangan pemerintahan, sehingga keberadaannya
menjadi kebutuhan yang sangat penting, terutama setelah mencapai tingkat
ekonomi yang lebih maju dibanding dengan masa sebelumnya.
Dari bidang pajak,
terutama sebelum masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, pemasukan Baitul Mal
yang diperoleh mencapai 186.000.000 dirham. Jumlah ini, menurut Hasan Ibrahim
Hasan berasal dari Irak sebanyak 130.000.000 dirham, dari Mesir 36.000.000
dirham dan Syam 20.000.000 dirham.
Jika dibandingkan
dengan hasil pajak pada jaman khulafaurrasyidin, pada masa bani Umayah lebih
tinggi yang disebabkan terutama oleh kebijakan pemerintah yang menaikkan tarif
pajak. Berkenaan dengan hal ini, Hasan Ibrahim Hasan menyatakan bahwa Muawiyah
menyuruh Wardan, Gubernurnya di Mesir untuk menaikkan pajak bagi setiap orang
Qibthi sebesar satu qirat dan pada masa Abdul Malik bin Marwan pajak bagi
setiap individu ini dinaikkan tiga kali lipat menjadi 3 dinar.
Pada masa Umar bin
Abdul Aziz, tarif pajak yang telah dinaikkan sejak masa Muawiyah diturunkan kembali
dan setiap individu hanya harus membayar lebih kurang 14 Qirat saja sebagaimana
yang ditetapkan oleh Umar bin Khattab.
C. Ilmu Pengetahuan Islam
Dengan
kacamata filsafat ilmu, perkembangan ilmu pengetahuan Islam pada masa bani
Umayah ini sudah lebih ilmiah dibandingkan dengan masa sebelumnya dengan
dituliskannya suatu ilmu berdasarkan sistematika dan metodologinya
masing-masing. Kemajuan yang dicapai pada masa bani Umayah ini terkait erat
dengan perkembangan yang terjadi di mana terjadi interaksi antara peradaban
Islam dengan peradaban lainnya yang telah hadir sebelum kehadiran Islam di
daerah kekuasaannya seperti peradaban Yunani di Mesir dan lain-lain.
Interaksi dengan
peradaban Yunani nampak pada adanya usaha penerjemahan buku-buku berbahasa
Yunani oleh sarjana-sarjana muslim atas perintah sang Khalifah. Musyrifah
Sunanto menjelaskan bahwa Khalid bin Yazid, cucu Muawiyah pada masa
kekhilafahannya, karena tertarik dengan ilmu kimia dan kedokteran menyediakan
sejumlah dana untuk penerjemahan buku-buku tersebut kedalam bahasa Arab.
Sedangkan dengan
peradaban Kristen, interaksi ini terjadi ketika ilmuwan-ilmuwan Kristen di
antara mereka ada yang menjadi pejabat di pemerintahan Islam seperti Yahya ad
Dimasyqi pada masa kekhilafahan Abdul Malik bin Marwan yang teguh
mempertahankan agamanya. Sebagaimana ditulis Musyrifah, keteguhan sikap ini
mendorong umat Islam untuk mempelajari logika agar dapat mempertahankan aqidah
Islam sekaligus mematahkan hujjah mereka.
Selain karena interaksi
di atas, keilmuan Islam pada masa ini mengalami kemajuan karena luasnya daerah
kekuasaan Islam di mana umat Islam banyak yang berbahasa selain Arab dan tidak
memahaminya. Ditemukannya titik dalam bahasa Arab pada masa Hajjaj Ibn Yusuf
Ats Tsaqafi oleh Abul Aswad Ad Duwali adalah contoh yang dapat dikemukan pada
kasus ini.
Perkembangan
bahasa Arab selanjutnya adalah pada aspek tata bahasa Arab yang terjadi pada
masa khalifah Harun Ar Rasyid oleh Al Khalil Ibn Ahmad yang mengarang kitab Al
‘Ain sebagai kamus bahasa Arab pertama dan Sibawaih. Tokoh terakhir ini
menulis bukunya yang sangat terkenal dengan memakai namanya sendiri, yaitu Sibawaih,
suatu karya yang sangat baik sehingga menjadi acuan bagi para ahli bahasa Arab
yang sesudahnya seperti Al Kisa’I, Al ‘Ashmu’I, Al Akhfas Ash-shagir dan Az
Zujazi.
Selain
karena perluasan wilayah kekuasaan Islam, kefanatikan bani Umayah terhadap
bangsa Arab, juga menjadi faktor kemajuan bahasa Arab, terutama dalam bidang
sya’ir.. Oleh karena itu sya’ir-sya’ir Jahili pada masa ini pun tumbuh dengan
pesat, sehingga muncullah para ahli dalam bidang ini, seperti Umar bin Abi
Rabi’ah (w.719 M.), Jamil Al ‘Udhri (w. 701 M.), Qays bin Al Mulawwah (w. 699
M.). Al Farazdaq (w. 732 M.), Jarir (w. 792 M.) dan Al Akhtal (w. 710 M.).
Keilmuan
Islam pada masa bani Umayah juga terjadi secara alami karena perkembangan jaman
di mana ilmu-ilmu yang telah dipelajari berdasarkan Al-Quran dan Hadis perlu
dibukukan sehingga memudahkan umat Islam untuk mempelajari agamanya melalui
buku-buku tersebut. Ilmu-ilmu agama tumbuh berkembang, seperti ilmu Tafsir,
ilmu Hadits, Ilmu Qiraat, Ilmu Fiqh, Ilmu Kalam dan sebagainya, sehingga
muncullah para ahli di bidang ini, seperti Ibn Jarir At-Thabari, Hasan Al
Bahshri, Ibn Syihab Az Zuhri dan Washil bin ‘Atha’ dengan tulisan-tulisan mereka.
Begitu juga dengan ilmu sejarah yang berkembang dengan munculnya para penulis
sejarah seperti Musa bin ‘Uqbah (w.131 H.) , Ibn Syihab Az Zuhri (w. 124 H.)
dan Ibn Ishaq (w.151 H.), meskipun menurut Hasan Ibrahim Hasan kegiatan
penulisan sejarah ini tidak mendapat dukungan dari pemerintah karena para
khalifah bani Umayah lebih menyukai membaca Al-Quran daripada membaca sejarah.
Faktor ekonomi juga mempengaruhi perkembangan ilmu Islam pada masa ini.
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa wilayah kekuasaan pada masa ini
sudah sangat luas sehingga tingkat perekonomian Islam pun meningkat. Ketika
perekonomian meningkat timbullah kebutuhan akan seni yang diwujudkan dalam
usaha menghiasi pembangunan kota-kota berikut gedung-gedungnya, baik gedung pemerintahan
maupun masjid di mana setiap pembangunan masjid maupun gedung pemerintahan
dengan seni kaligrafi dan arsitektur.
Pada masa bani Umayah ini telah banyak tulisan-tulisan
kaligrafi yang menghiasi gedung-gedung dengan arsitekturnya yang indah, seperti
yang terdapat di Qashr ‘Umrah, yaitu suatu istana kecil tempat berburu yang
terletak sekitar 50 mil dari kota Amman yang dibangun pada masa Al Walid bin
Abdul Malik.
BAB III
KESIMPULAN
Bani Umayyah atau Kekhalifahan
Umayyah, adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masa Khulafaur Rasyidin yang
memerintah dari 661 M sampai 750 M di Jazirah Arab dan sekitarnya, serta dari
756 M sampai 1031 M di Kordoba, Spanyol. Nama dinasti ini diambil dari nama
tokoh Umayyah bin 'Abd asy-Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani
Umayyah, yaitu Muawiyah I. Masa ini sebagai masa perkembangan peradaban Islam,
yang meliputi tiga benua yaitu, Asia, Afrika, dan Eropa. Masa ini berlangsung
selama 90 tahun (661 M – 750 M) dan berpusat di Damaskus.
Pada masa ini penyusunan ilmu
pengetahuan lebih sistematis dan dilakukan pembidangan ilmu pengetahuan sebagai
berikut : Ilmu pengetahuan bidang agama, Ilmu pengetahuan bidang sejarah, Ilmu
pengetahuan bidang bahasa, Ilmu pengetahuan bidang filsafat.
Beberapa karakteristik pendidikan
pada masa Dinasti Umayyah yaitu Bersifat Arab, Berusaha Meneguhkan Dasar-Dasar
Agama Islam Yang Baru Muncul, Perioritas Pada Ilmu-Ilmu Naqliyah Dan Bahasa,
Menunjukkan Perhatian Pada Bahan Tertulis Sebagai Media Komunikasi, Membuka
Pengajaran Bahasa-Bahasa Asing, dan Menggunakan Surau (Kuttab) dan Masjid
Tempat-tempat pendidikan pada Dinasti Umayyah antara lain khuttab, masjid,
majelis sastra, pendidikan istana, dan pendidikan badiah.
Pemikiran pendidikan
Islam pada masa umayyah tampak dalam bentuk nasehat-nasehat khalifah kepada
pendidik anak-anaknya, yang memenuhi buku sastra, yang menunjukan bagaimana
teguhnya mereka berpegang pada tradisi Arab dan Islam. Salah satu nasehat
tersebut adalah nasehat Abdul Malik bin Marwan kepada pendidik anknya, “
hendaklah pendidik mendidik akal, hati, dan jasmani anak-anak.
Pemikiran
pendidikan islam pada masa Umayah ini juga tersebar pada beberapa tulisan
para ahli nahwu, sastra, hadis, dan tafsir. Pada masa ini para ahli tersebut
mulai mencatat (modifikasi) ilmu-ilmu bahasa, sastra dan agama.
Perkembangan
Bahasa dan Sastra Arab tidak terlepas daripada peran para ulama dan sastrawan,
diantaranya adalah:
1. Ali
al-Qali
2. Ibn al
Quthiyah Abu Bakar Muhammad Ibn Umar
3. Al Zabidi.
4. Said Ibn Jabir, ia juga merupakan salah satu guru dari Ibn Quthiyah.
5. Muhammad ibn Abdillah ibn Misarrah al Bathini (269-319) dari Cordova
dikenal sebagai orang pertama yang menekuni filsafat di Andalusia.
Berikut ini beberapa
sastrawan Bani
Umayyah di Andalusia :
1. Abu Amr Ahmad ibn Muhammad ibn Abd Rabbih.
2. Abu Amir Abdullah ibn Syuhaid.
3. Ibn Hazm.
Ilmuan Muslim yang terkenal
pada masa bani Umayyah, antara lain :
a.
Hasan al-Basri dan Sulaiman bin Umar.
b.
Imam Muhammad bin Muslim bin Syihab az-Zuhri (Ibnu Syihab az-Zuhri).
c.
Wasil bin Atha
DAFTAR PUSTAKA
Al Abrasi, Athiyya. 1993. Tarbiyah Al Islamiyah,
Terjemahan Bustami A. Ghani. Jakarta: Bulan Bintang
Anwar, Saipul. Dalam PDF Karyailmiah, Pendidikan Islam
Masa DinastiUmayah
Langgulung, Hasan. 1980. Pendidikan Islam
Menghadapi Abad-21. Jakarta: Pustaka Al Husna
Langgulung, Hasan.
1998. Asas-AsasPendidikan Islam. Jakarta: PustakaHusna
Langgulung, Hasan. 2001. Pendidikan
Islam DalamabadKesatu. Jakarta: Al-HusnaZikra
Nizar, Samsul. 2008. SejarahPendidikan Islam
Menelusuk Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, Jakarta:
kencana
Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi
Agama atau IAIN di Jakarta. 1986. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam
Salabi, Ahmad. 1972. SejarahPendidikan
Islam. Jakarta: BulanBintang
Sunanto, Musyrifah. 2004. Sejarah Islam Klasik
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam. Jakarta: Kencana
Taqiyuddin. 2008. "Sejarah Pendidikan Islam”.
Bandung: Mulia Press.
Abudin Nata, 2010. ”Sejarah Pendidikan Islam".
Jakarta: Fakultas ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidyatullah.
Munawwar Chalil. 1989. "Empat Biogrfi
Imam Madzhab". Jakarta: Bulan Bintang.
Badri Yatim. 2010. "Sejarah Peradaban Islam".
Jakarta:Rajawali Press.
Susanto, 2009. "Pemikiran
Pendidikan Islam". Jakarta: Amzah.
Comments
Post a Comment