Makalah Haji
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr. wb.
Puji syukur dipersembahkan atas
kehadirat Allah SWT, Dialah Tuhan yang menurunkan agama Islam sebagai agama
penyelamat. Dialah Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat, inayah,
taufiq dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada baginda
Rasulullah SAW. Pada kesempatan ini juga kami mengucapkan termakasih atas
kedua orangtua yang telah mendukung dan memberikan fasilitas untuk
menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun berdasarkan referensi tentang
Fiqh Ibadah, Fiqh Haji dan Umrah. Dengan memahami pengertian – pengertiannya
diharapkan bagi semua pembaca makalah ini dapat memahami pembahasan dan
penjelasan tentang Haji dan Umrah yang dituangkan dalam makalah ini.
Kami berharap
semoga makalah ini bisa membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca. Dan semoga makalah ini dapat memberikan kontribusi positif dalam proses
belajar dan mengajar. Kami sadar, bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.
Oleh sebab itu, Kami mohon maaf bila ada informasi yang salah dan kurang
lengkap. Kami juga mengharapkan kritik dan saran dari pembaca mengenai makalah
ini Agar kedepannya Kami dapat membuat makalah yang lebih baik lagi.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan
A. Latar
Belakang
B. Rumusan
Masalah
BAB II Pembahasan
A.
Pengertian Haji
B. Hukum Haji dan Dasar Hukumnya
C. Syarat-syarat Haji
D. Rukun Haji
E. Wajib
Haji
F.
Sunnah-sunnah Haji
G. Larangan
selama berihram Haji
H. Dam
(Denda) dlam Haji
I.
Pengertian Umrah
J. Hukum
Umrah menurut para Ahli Fiqh
K. Tata cara
Umrah
L. Hikmah
Haji dan Umrah
M. Perbedaan
Haji dan Umrah
BAB III Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
C. Pendapat
Kelompok
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pembahasan tentang islam dan budaya islam sangatlah penting bagi kita kaum
islam di masa mendatang. Islam adalah agama yang benar, yaitu agama yang
bersumber pada Al-quran dan As-sunnah(Hadits Nabi dll), Islam memiliki lima
pilar dasar agama atau yang sering kita sebut dengan “Rukun Islam”. Rukun islam
(lima pilar dasar ini) diantaranya yaitu, membaca dua kalimat syahadat,
melaksanakan sholat, mengeluarkan zakat, berpuasa, dan melaksanakan haji jika
mampu. Dari kelima pilar ini kami ditugaskan untuk memperdalam ilmu “Fiqh
ibadah” pada rukun islam yang terakhir (Melaksanakan haji jika mampu) untuk
tugas makalah kami.
Haji dan Umrah, adalah kewajiban bagi setiap muslim yang berakal dan memiliki
kemampuan, namun dari kalangan umum seperti petani, pedagang, pegawai negeri
bahkan para pengusaha sukses pun masih ada yang belum mengerti tentang Haji dan
Umrah. Sehingga dengan penjelasan makalah ini. Semoga pembaca bisa mengerti
lebih banyak tentang Haji dan Umrah.
B. Rumusan
Masalah
Dari Latar Belakang di atas, makalah ini dibuat supaya
mendeskripsikan secara umum tentang :
1. Apakah
pengertian Haji dan Umrah ?
2. Dasar
hukum yang melandasi Haji dan Umrah ?
3. Apa
saja syarat-syarat serta rukun Haji dan Umrah ?
4. Bagaimana
wajib serta sunnah bagi yang menunaikan Haji dan Umrah ?
5. Apa
saja larangan serta denda (Dam) bagi yang Haji dan Umrah ?
6. Apakah
persamaan dan perbedaan yang mendasar dari Haji dan Umrah ?
Masalah inilah yang akan dibahas dalam pembahasan
makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Haji
Secara bahasa Haji adalah menuju ke
suatu tempat secara berulang-ulang, atau menuju ke suatu tempat yang dimuliakan
atau diagungkan oleh suatu kaum peradaban. Ibadah umat Islam ke mekkah
(Baitullah) inilah yang disebut Haji. Sebab Baitullah adalah tempat yang
diagungkan dan tempat yang suci bagi umat Islam. Adapun menurut istilah,
kalangan ahli fiqh mengartikan bahwa Haji adalah niatan datang ke Baitullah
untuk menunaikan ritual ibadah tertentu. Ibnu Al-Humam mengartikan bahwa Haji
adalah pergi menuju Baitul Haram untuk menunaikan aktivitas tertentu pada waktu
tertentu. Para ahli fiqh lainnyajuga berpendapat bahwa Haji adalah mengunjungi
tempat-tempat tertentu dengan perilaku tertentu pada waktu tertentu.
Penetapan waktu Haji sendiri ada
kalangan yang berpendapat bahwa Haji diwajibkan pada tahun 5H, namun ada yang
mengungkapkan lain yaitu tahun 8H, 9H bahkan ada yang berpendapat jauh sebelum
tahun Hijriah. Namun Nabi Muhammad SAW baru menunaikan ibadah Haji pada tahun
10H sebab pada tahun 7H beliau keluar ke Mekkah untuk menunaikan dan tidak
berhaji.
B. Hukum
Haji dan Dasar Hukumnya
Haji adalah rukun islam yang kelima.
Melaksanakan haji hukumnya wajib ‘ain bagi orang yang telah memenuhi
syarat–syarat Haji. Kewajiban Haji ditetapkan dengan Al-quran, Sunnah, dan
Ijma’ seluruh umat.
Dalil Al-quran tentang wajibnya Haji
bagi umat islam, Firman Allah SWT:
وَمَن دَخَلَهُۥ كَانَ ءَامِنًۭا ۗ وَلِلَّهِ عَلَى
ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلْبَيْتِ مَنِ ٱسْتَطَا عَ إِلَيْهِ سَبِيلًۭا ۚ وَمَن كَفَرَ
فَإِ نَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ عَنِ ٱلْعَٰلَمِينَ
Artinya
: “...Mengerjakan
Haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah; yaitu (bagi) orang yang
sanggupmengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari (kewajiban
haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari
semesta alam.” (QS. Ali Imran: 97).
Ayat inilah yang menjadi dalil penetapan kewajiban
menunaikan Haji dari dua segi berikut.
Pertama, Firman
Allah: “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah.”Huruf jar”li”pada
Allah dan “ala” pada an-nas menunjukan makna
wajib.
Kedua, baris
selanjutanya Allah berfirman: “Barangsiapa mengingkari”.Takwilnya
adalah menginkari kewajiban Haji. Ibnu Abbas mengartikan ini : Barangsiapa
mengingkari dengan penuh keyakinan bahwa Haji tidak wajib. Jadi barangsiapa
yang tidak menunaikan Haji dengan keyakinan bahwa Haji adalah tidak wajib, maka
ia adalah kafir terhadap Allah.
Dalil berikutnya adalah fiman Allah dalam Al-quran:
وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ
شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ
Artinya:
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah.” (QS. Al-Baqarah (2) :
196)
Yang dimaksud menyempurnakan Haji
dan Umrah adalah menjalankan keduanya, hal ini mengacu pada pendapat para
kalangan ahli fiqh yang juga mewajibkan melaksanakan ibadah Umrah.
Dalil dari As-Sunnah perihal
kewajiban Haji, sabda Nabi:
“Islam dibangun diatas lima pilar: Kesaksian bahwa
tiada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad utusan-Nya, mendirikan sholat,
menunaikan zakat, haji, dan puasa Ramadhan.”
Imam An-Nawawi menjelaskan, hadits
ini adalah dasar yang jelas dalam mengetauhi agama, sebuah pilar landasan, dan
menghimpun rukun-rukunnya.
Haji wajib dikerjakan hanya sekali dalam sumur hidup.
Diriwayatkan
oleh Abu Hurairah dalam suatu pidato Rasulullah SAW menegaskan bahwa haji itu
hukumnya wajib. Kemudian seseorang bertanya: “Apakah tiap tahun, ya
Rasulullah?” beliau diam. Orang tersebut mendesak sampai tiga kali. Maka
Rasulullah SAW menjawab: “Andaikan saya jawab ya tentu menjadi wajib, padahal
kamu tidak mampu melaksanakannya. Oleh karena itu, biarkanlah apa yang saya
tinggalkan (tidak ditegaskan Nabi) untukmu.”(HR. Ahmad, Muslim, dan Nasa’i)
Meski hanya sekali dalam seumur hidup, namun diutamakan untuk disegerakan
melaksanakan ibadah Haji bagi mereka yang sudah cukup (harta dan syarat).
C. Syarat–syarat
Haji
Para ulama berpendapat bahwa haji
adalah wajib bagi mereka yang beragama islam, berakal, merdeka, baligh, sehat,
dan mampu, sekali dalam seumur hidup. Dalam hal ini baik laki-laki ataupun
perempuan syarat-syaratnya sama, jika salah satu syarat ini ada yang hilang,
jelas kewajiban Haji seseorang tersebut menjadi hilang.
a. Islam dan Berakal
Islam dan berakal adalah syarat sah dan wajib untuk ibadah Haji, sebab itu
orang yang kafir dan murtad tidak wajib Haji, seluruh ulama sependapat atas hal
ini. Sedangkan seseorang yang tidak berakal(gila) tidak diwajibkan atas Haji,
sebab orang gila tidak memiliki orientasi, karena orientasi adalah salah satu
syarat sah dalam beribadah (termasuk Haji), kecuali orang gila tersebut sadar
kembali.
b. Baligh dan Merdeka
Sebenarnya Baligh adalah salah satu syarat yang harus dicukupi bagi seseorang
yang akan pergi Haji, bukan syarat sah. Karena itu bagi anak-anak dibawah umur
baligh tidaklah di wajibkan untuk berhaji. Hal ini disepakati oleh para ulama
berdasarkan sabda Nabi:
“Diangkatlah pena dari tiga orang:
Anak kecil hingga ia baligh, orang gila hingga ia sadar, dan orang tidur hingga
ia terbangun.”
Haji sangat membutuhkan pengorbanan
harta dan badan. Selain itu juga anak kecil terkadang memiliki niatan yang
kurang untuk pergi Haji, meskipun demikian Hajinya seorang anak kecil tetaplah sah
berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ada seorang ibu
mengangkat seorang bocah ke hadapan Nabi dari dalam tandu kendaraanya, seraya
berseru,“Wahai Rasulullah, apakah ini boleh haji?” beliau menjawab,”Ya, dan
bagimu pahala(nya).”
Jika seorang anak kecil sudah bisa membedakan sesuatu, kemudian ia berihram
dengan izin orangtuanya, maka ihramnya dianggap sah, namun jika tanpa izin
orangtuanya, dari sinilah terdapat dua arus pendapat:
Pertama, dianggap
sah sesuai keabsahan takbiratul ihramnya dalam sholat.
Kedua, Hajinya
bisa dianggap tidak sah, karena berbeda dengan shalat yang tanpa biaya, Haji
memerlukan biaya dan harta benda yang tidak sedikit jumlahnya, sebab itu
hajinya anak kecil walaupun ia sudah bisa membedakan sesuatu sekalipun,
tidaklah sah tanpa seizin orangtuanya. Demikian ini pendapat kebanyakan
kalangan mazhab Hanbali.
Berdasarkan kesepakatan beberapa
ulama Haji tidak wajib bagi budak sahaya, haji memerlukan waktu yang lama,
karenanya jika seorang budak melaksanakan haji maka ia pasti meninggalkan
kewajiban atas majikannya. Budak diperbolehkan atau diwajibkan haji ketika
mereka sudah di merdekakan oleh majikannya
Dalam hadits lain berdasarkan
penelusuran Ibnu Abbas dikatakan bahwa Nabi bersabda: “Jika anak kecil yang
berhaji telah berusia baligh, maka ia tetap wajib menunaikan haji lagi, dan
jika seorang budak melakukan haji, kemudian ia dimerdekakan (penuh) maka ia
wajib menunaikan haji lagi.”. penjelelasan atas hadits ini adalah
mereka melaksanakan Haji ketika mereka belum diwajibkan, sehingga disaat mereka
sudah diwajibkan untuk Haji, maka apa yang dilakukan dahulu tidak mencukupinya.
Jika Haji dilaksanakan sebelum sempurnanya atas batas wajibnya (masih kecil dan
budak), lalu mereka mencapai kesempurnaan (baligh dan merdeka sepenuhnya)
sebelum wukuf di arafah atau ditengah-tengahnya, maka Haji nya sudah mencukupi
dari Haji Islam (Mereka tidak mengulangi Haji nya), namun wajib mengulang Sa’i
setelah thawaf ifadhah jika mereka melakukan sa’i setelah thawaf qudum.
c. Sehat dan Mampu
Syarat wajib haji adalah mampu, jika seseorang melaksanakan haji dalam keadaan
sakit, sudah tua, bahkan miskin maka hajinya adalah sah dan mencukupi. Hal ini
dikarenakan pada saat zaman Rasulullah menunaikan Hajinya, Rasulullah bersama
dengan mereka (kamu fakir), dan Rasulullah tidak memintanya untuk berhaji lagi.
Dari hal ini timbul pertanyaan, kriteria-kriteria apa yang dianggap mampu?
Kemampuan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
· Tersedianya sarana
transportasi
· Bekal
· Keamanan diperjalanan
· Kemampuan tempuh perjalanan
Dalam Al-Quran Allah berfirman yang
artinya:
وَمَن دَخَلَهُۥ كَانَ ءَامِنًۭا ۗ وَلِلَّهِ عَلَى
ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلْبَيْتِ مَنِ ٱسْتَطَا عَ إِلَيْهِ سَبِيلًۭا ۚ وَمَن كَفَرَ
فَإِ نَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ عَنِ ٱلْعَٰلَمِينَ
Artinya
: “...Mengerjakan Haji
adalah kewajiban manusia terhadap Allah; yaitu (bagi) orang yang
sanggupmengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari (kewajiban haji),
maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta
alam.” (QS. Ali Imran: 97)
Maka orang yang sudah mampu
diwajibkan untuk berhaji, yaitu mampu secara harta dan kesehatan.
D. Rukun Haji
Rukun haji adalah kegiatan-kegiatan yang apabila tidak dikerjakan, maka Hajinya
dianggap batal. Berbeda dengan wajib Haji, wajib Haji adalah suatu perbuatan
yang perlu dikerjakan, namun wajib Haji ini tidak menentukan sah nya suatu
ibadah haji, apabila wajib haji tidak dikerjakan maka wajib digantinya dengan
dam (denda).
Kegiatan yang termasuk dalam rukun
haji adalah sebagai berikut:
a) Ihram (berniat)
Adalah berniat mengerjakan Haji atau Umrah bahkan keduanya sekaligus, Ihram
wajib dimulai miqatnya, baik miqat zamani maupun miqat makani. Sunnah sebelum
memulai ihram diantarnya adalah mandi, menggunakan wewangian pada tubuh dan
rambut, mencukur kumis dan memotong kuku. Untuk pakaian ihram bagi
laki-laki dan perempuan berbeda, untuk laki-laki berupa pakaian yang tidak
dijahit dan tidak bertutup kepala, sedangkan perempuan seperti halnya shalat
(tertutup semua kecuali muka dan telapak tangan).
b) Wukuf (hadir) diArafah
Waktu wukuf
adalah tanggal 9 dzulhijjah pada waktu dzuhur, setiap seorang yang Haji wajib
baginya untuk berada di padang Arafah pada waktu tersebut. Wukuf adalah rukun
penting dalam Haji, jika wukuf tidak dilaksanakan dengan alasan apapun, maka
Hajinya dinyatakan tidak sah dan harus diulang pada waktu berikutnya. Pada
waktu wukuf disunnahkan untuk memperbanyak istighfar, zikir, dan doa untuk
kepentingan diri sendiri maupun orang banyak, dengan mengangkat kedua tangan
dan menghadap kiblat.
c) Thawaf (mengelilingi Ka’bah)
Thawaf dianggap sah apabila memenuhi
syarat sebagai berikut:
1. Suci, dari hadas
besar, hadas kecil, dan najis.
2. Menutup aurat.
3. Sempurna tujuh
kali putaran, jika lupa atau ragu, maka mulailah pada hitungan yang sedikit.
4. Dimulai dan
diakhiri di Hajar Aswad.
5. Ka’bah berada
pada sebelah kiri orang yang thawaf.
6. Jika thawaf
dilakukan diluar Ka’bah maka hendaknya masih berada di Masjidil Haram.
d)Sa’i
Adalah
Berlari-lari kecil antar bukit Shafa dan Marwah. Adapun syarat untuk Sa’i
yaitu: 1.)Dimulai dari bukit Shafa dan dikahiri di bukit Marwah. 2.)Hendaknya
tujuh kali (dari Shafa ke Marwah dihitung satu kali, dan sampai ke Shafa
kembali dihitung dua kali). 3.)Waktu yang tepat untuk Sa’i adalah sesudah
Thawaf.
e) Mencukur rambut
Mencukur
atau mengunting adalah rukun haji sebagai penghalal terhadap hal yang
diharamkan dalam Haji. Dalam mencukur rambut sedikitnya adalah tiga helai
rambut, dan bagi perempuan tidak perlu dicukur melainkan hanya dipotong saja.
f) Tertib
Tertib
berurutan, mendahulukan yang semestinya paling utama. Yaitu mendahulukan Ihram
dari rukun yang lain, mendahulukan Wukuf dari Thawaf, mendahulukan sa’i
daripada bercukur.
E.
Wajib Haji
Amalan dalam ibadah Haji yang wajib dikerjakan disebut wajib Haji. Wajib Haji
tidak menentukan sahnya ibadah haji. Jika tidak dikerjakan Haji tetap sah,
namun dikenakan dam (denda).
Berikut adalah beberapa wajib haji,
yaitu :
a) Ihram dari Miqat
Miqat adalah
tempat dan waktu yang disediakan untuk melaksanakan ibadah Haji. Ihram dari
Miqat bermaksud niat Haji ataupun niat Umrah dari miqat, baik miqat zamani
maupun miqat makani.
Miqat makani
adalah tempat awal melaksanakan ihram bagi yang akan Haji dan Umrah.
b) Bermalam di Muzdalifah
Dilakukan
sesudah wukuf di arafah (sesudah terbenamnya matahari) pada tanggal 9
dzulhijjah. Di Muzdalifah melaksanakan sholat Maghrib dan Isya’ melakukan jamak
dan qasar karena suatu perjalanan jauh. Di Muzdalifah inilah kita dapat
mengambil kerikil-kerikil untuk melaksanakan Wajib Haji selanjutnya (Melempar
Jumrah) kita bisa mengambil sebanyak 49 atau 70 butir kerikil.
c) Melempar Jumrah ‘aqabah
Pada tanggal
10dzulhijjah di Mina dilaksanakannya melempar jumrah sebanyak tujuh butir
kerikil sebanyak tujuh kali lemparan. Waktu paling utama untuk melempar jumrah
ini yaitu waktu Dhuha, setelah melakukan ini kemudian melaksanakan tahalul
pertama (mencukur atau memotong rambut).
d)Melempar Jumrah ula, wustha, dan ‘aqabah
Melempar
ketiga jumrah ini dilaksanakan pada tanggal 11, 12, dan 13 dzulhijjah,
diuatamakan sesudah tergelincirnya matahari. Dalam hal ini ada yang
melaksanakan hanya pada tanggal 11 dan 12 saja kemudian ia kembali ke mekkah,
inilah yang disebut dengan nafar awal. Selain nafar awal ada juga yang dissebut
nafar sani, yaitu orang yang baru datang pada tangal 13 dzulhijjah nya,
orang-orang ini diharuskan melempar jumrah tiga sekaligus, yang masing-masing
tujuh kali lemparan.
e) Bermalam di Mina
Pada tanggal
11-1 dzulhijjah ini lah yang diwajibkan bermalam di Mina. bagi yang nafar awal
diperbolehkan hanya bermalam pada tanggal 11-12 saja.
f) Thawaf wada’
Sama dengan
Thawaf sebelumnya, Thawaf wada’ dilakukan disaat akan meninggalkan Baitullah
Makkah.
g) Menjauhkan diri dari hal yang di haramkan pada
saat ihram.
Menghindari
dari berbagai larangan yang sudah ditentukan karena orang-orang yang melanggar
aturan ini akan dikenakan dam (denda).
F. Sunnah-sunnah
Haji
Cukup banyak sunnah-sunnah haji. Diantara berikut ini adalah sunnah-sunnah yang
berhubungan dengan ihram, thawaf, sa’i, dan wukuf. Yaitu :
1. Mandi
sebelum ihram
2. Menggunakan
kain ihram yang baru
3. Memperbanyak
talbiyah
4. Melakukan
thawaf qudum (kedatangan)
5. Shalat
dua rakaat thawaf
6. Bermalam
di Mina
8. Thawaf
wada’ (perpisahan)
G. Larangan selama
berihram Haji
Hal-hal yang
dimaksud larangan ini adalah yang diharamkan dilakukan bagi yang berihram,
haram bukan artian sebagai perbuatan yang menjadikan dosa, karena belum pernah
ada pendapat ulama tentang pelanggar larangang-larangan ini mendapatkan dosa.
Sebagai contoh pelanggaran suatu hajat, tidak mencukur rambut dikarenakan
memiliki penyakit yang jika rambutnya dicukur bisa mengurangi kesehatan seorang
haji, maka ini hukumnya tidak dosa. Adapun jika larangan ini sengaja dilanggar
maka ia akan berdosa.
Beberapa larangan tersebur
diantaranya, yaitu:
· Bagi laki-laki
dilarang menggunakan pakaian berjahit.
· Bagi laki-laki
dilarang menggunakan penutup kepala
· Larangan bagi
perempuan untuk menutup muka dan telapak tangganya
· Di saat ihram bagi
laki-laki maupun perempuan wangi-wangian untuk badan maupun pakaian, boleh
memakainya sebelum ihram.
· Dilarang menikah,
menikahkan, ataupun menjadi wali nikah. Tidak boleh ada proses pernikahan.
· Dilarang bersetubuh
(senggama).
Dalam surah Al-Baqarah Allah SWT
berfirman tentang larangan dalam Haji, yang artinya:
الْحَجُّ أَشْهُرٌ
مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلا رَفَثَ وَلا فُسُوقَ وَلا
جِدَالَ فِي الْحَجِّ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ
وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّـقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي
الألْبَـابِ
Artinya:
“(Musim) haji adalah
beberapa bulan yang dimaklumi, barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan
itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan
berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan
berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya
sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang
berakal.” (QS. Al Baqarah:197).
· Dilarang membunuh
binatang darat yang liar dan halal dimakan. Firman Allah SWT: “...Dan
diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat selama kamu dalam ihram...”
(Al-Maidah: 96).
H. Dam (Denda)
dalam Haji
Dam
(denda) inilah hukuman bagi para pelanggar larangan- larangan pada pembahasan
diatas. Dam hukumnya wajib dilakukan, bagi yang melanggar larangan-larangan
Haji. Berikut ini adalah larangan beserta Hukuman Dam (dendanya) :
1. Bersetubuh dalam keadaan ihram
sebelum melaksanakan tahalul yang pertama, dendanya adalah memilih salah satu
diantara tiga berikut ini:
a. Menyembelih satu ekor unta,
atau lembu, atau tujuh ekor kambing, dan Hajinya wajib diulang.
b. Bila yang pertama tidak mampu, maka
ia wajib memberikan sedekah makanan seharga satu ekor unta pada fakir miskin
c. Bila tidak mampu keduanya, maka
diwajibkan berpuasa dengan perhitungan 0,8kg daging unta setara dengan satu
hari berpuasa.
2. Memburu dan membunuh hewan darat.
Dendanya adalah memilih salah satu diantara tiga berikut ini:
a. Menyembelih hewan yang setara
dengan yang diburu atau dibunuhnya
b. Bersedekah sebanyak (seharga) hewan
tersebut pada golongan fakir miskin
c. Bila tidak mampu keduanya, maka
diwajibkan berpuasa dengan perhitungan 0,8kg daging unta setara dengan satu
hari berpuasa.
3. Melakukan larangan sebagai berikut:
Mencukur rambut, Memotong kuku, memakai pakaian berjahit (laki-laki), berminyak
rambut, memakai wangi-wangian, bersetubuh setelah tahalul pertama, maka
dikenakan denda dengan pilihan sebagi berikut:
a. Menyembelih satu ekor kambing
b. Berpuasa selama tiga hari
c. Bersedekah sebanyak (9,3liter)
makanan pada enam orang gologan fakir miskin
a. Menyembelih satu ekor kambing
b. Jika tidak mampu maka diwajibkan
berpuasa selama 10 hari, dengan aturan 3 hari puasa (di Haram) dan 7 hari puasa
(di asal negaranya)
5. Disaat melanggar salah satu Wajib
Haji, maka dikenakan denda yang sama dengan melakukan haji tamattu’ atau qiran.
I. Pengertian
Umrah
Secara
etimologi Umrah berarti mengunjungi. Kalimat “i’tamarahu” semakna
dengan zarahu, mengunjungi. Umrah disebut juga dengan Haji kecil,
karena punya kesamaan dengan haji dalam hal ihram, thawaf, sa’i, dan mencukur
atau memotong rambut.
Secara arti
syara’ Umrah adalah ziarah ke Baitul Haram dengan mekanisme tertentu. Yaitu
ihram, thawaf, sa’i dan tahallul. Umrah bisa dilakukan kapan saja.
J. Hukum
Umrah menurut para Ahli Fiqh
Para ahli
fiqh sepakat bahwa legalitas Umrah dari segi syara’ dan ia
wajib bagi orang yang di syariatkan untuk menyempurnakan. Tetapi, mereka
berbeda pendapat dalam mengenai hukum wajib dan tidaknya Umrah dalam dua arus
pendapat, yaitu sebagai berikut:
· Sunnah mu’akkad. Ini
pendapat dari Ibnu Mas’ud, Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Asy-Syafi’i, Imam
Ahmad, Abu Tsaur, dan kalangan mazhab Zaidiyyah.
· Wajib, terutama bagi
mereka yang diwajiban Haji. Pendaat ini dianut oleh Imam Asy-Syafi’i, Imam,
Ahmad, Ibnu Hazm, sebagian ulama mazhab Maliki, kalangan mazhab Imamiyyah,
Asy-Sya’bi, dan Ats-Tsauri. Pendapat ini adaah pendapat mayoritas ulama
dari kalangan sahabat dan lainnny, dan mereka sepatak bahwa pelaksanaannya
hanya sekali dalam seumur hidup sebagai mana halnya Haji.
K. Tata Cara Umrah
Ada beberapa
urutan yang harus dilaksanakan dalam ibadah Umrah, yaitu:
· Ihram
dari miqat, lalu shalat sunat ihram.
· Datang
ke Makkah dan mengucapkan Talbiyah
· Kemudian
ke Masjidil Haram, mengerjakan Thawaf sebajak tujuh putaran. Dan setelah
selesai Thawaf, disunnahkan shalat dua rakaat di maqam ibrahim.
· Setelah
itu keluar untuk menuju ke Safar guna mengerjakan Sa’i sebanyak tujuh kali,
yang berakhir di bukit Marwah.
· Selesai
dari Sa’i, kemudian tahalul dengan mencukur rambut.
L. Hikmah Haji dan Umrah
Banyak hikmah yang bias didapat dari
Haji dan Umrah, diantaranya
1. Memperkuat
Iman dan Taqwa kita pada Allah SWT.
2. Menumbuhkan
semangat berkorban, sebab Haji dan Umrah butuh banyak pengorbanan, salah
satunya pengorbanan Harta.
3. Mengenal
berbagai tempat bersejarah, diantaranya Ka’bah, Bukit Shafa dan Marwah, sumur
zam-zam, Makkah, Madinah, Arafah, Minda dan sebagainya.
4. Memperkuat
Ukhuwah Islamiyah
M. Perbedaan Haji dan Umrah
Banyak orang yeng belum tahu apa
perbedaan antara Haji dan
Umrah, padahal keduanya punya beberapa perbedaan
didalamnya meskipun kedua ibadah tersebut sama dilaksanakan di tanah
suci Mekkah. Apa saja perbedaan antara umrah dan haji.
Dilihat dari waktu
pelaksanaan, Haji memiliki waktu-waktu tertentu yakni ketika syawal,
dzulqo'dah, dan 10 hari pertama dari bulan dzulhijjah. Sedangkan Umrah,
yaitu boleh melaksanakannya setiap waktu, kecuali waktu-waktu haji bagi
orang yang berniat ihram haji saja di dalamnya.
Beberapa perbedaan antara Haji dan
Umrah, yaitu sebagai berikut :
- Ibadah umrah
tidak memiliki waktu tertentu dan tidak bisa ketinggalan waktu.
- Umrah tidak
ada melontar jumrah tidak ada wukuf di Arafah dan tidak ada pula singgah
di Muzdalifah.
- Tidak adanya
jamak antara dua shalat seperti dalam pelaksanaan ibadah haji. Demikian menurut
Ulama Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah. Sedangkan ulama Syafi'iyah
berpendapat diperbolehkannya jamak dan qashar. Karena menurut mereka, haji dan
umrah bukanlah sebab bagi bolehnya jamak antara dua shalat, melainkan sebabnya
adalah karena dalam kondisi safar (perjalanan).
- Miqat umrah
untuk semua orang adalah Tanah Halal. Sedangkan dalam ibadah haji, miqat bagi
orang Makkah adalah Tanah Haram.
- Dalam Umroh
tidak adanya pelakasanaan thawaf qudum dan tidak ada pula khutbah.
- Menurut
pendapat ulama Malikiyah dan Hanafiyah, hukum ibadah umrah adalah sunah muakkad
sedangkan haji hukumnya adalah fardhu. Menurut ulama Hanafiyah, pada ibadah
umrah tidak ada Thawaf Wada sebagaimana dalam pelaksanaan ibadah haji.
- Membatalkan
umrah dan melakukan thawaf dalam keadaan junub tidak diwajibkan membayar denda
seekor unta yang digemukkan (al-badanah) sebagaimana diwajibkan dalam
pelaksanaan ibadah haji.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:
· Haji
adalah suatu kewajiban bagi setiap mukmin yang mampu untuk mengunjungi
Baitullah di Mekah, sekali dalam seumur hidup
· Syarat-syarat
Haji : Islam, Baligh, Merdeka, dan Mampu
· Rukun
Haji : Ihram, Wukuf di Arafah, Thawaf, Sa’I, Tahalul, dan Tertib
· Wajib
Haji : Ihram dari miqat, bermalam di Muzdalifah dan Mina, melontar Jumrah
Aqabah, melontar 3 jumrah (ula, wustha, aqabah), menjauhkan diri dari dari
larangan-laranganya dan Thawaf Wada’.
· Ada
3 cara melaksanakan Haji yaitu, Tammatu’, Ifrad, dan Qiran
· Larangan
bagi yang berihram :
o Laki-laki
dilarang memakai pakaian berjahit,dan penutup kepala
o Bagi
wanita dilarang menutup muka dan telapak tangan
o Laki
dan Wanita dilarang memakai parfum, minyak rambut, dan mencukur rambut
o Dilarang
nikah dan menikahkan atau menjadi wali aqad nikah
o Dilarang
bersetubuh
o Dilarang
membunuh binatang darat
· Dam
(denda), menurut arti darah, tapi menurut istilah adalah menyembelih binatang
ternak sebagai denda karena melanggar larangan-larangan haji atau meninggalkan
wajib haji
· Umrah
adalah ziarah ke Makkah dengan memenuhi syarat dan rukunnya
· Hikmah
Haji dan Umrah adalah menumbuhkan jiwa tauhid tinggi, membentuk sikap mental
dan akhlaq yang mulia, dan Ukhuwah Islamiyah.
· Dan
ada beberapa perbedaan antara Haji dan Umrah yang bias dibaca di Subbab
pembahasan terakhir (M).
B. Saran
Haji adalah sebuah
kewajiban bagi setaip mukmin yang mampu, dan Umrah dapat diartikan sebagai
Ziarah ke Makkah. Demikianlah makalah yang dapat kami buat. Kami sangat
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini belum mendekati sempurna bahkan
jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu kritik dan saran sangat diharapkan.
Semoga makalah ini bisa menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi kita semua.
Aamiin.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul Aziz Muhammad Azzam & Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh
Ibadah,(Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2009)
Departemen Agama Islam, Pendidikan Agama Islam ,(Jakarta:
Departemen Agama, 2001), Cet 9.
Saleb Al-Fauzan, Fiqh
sehari-hari,(Jakarta: Gema Insani, 2009) Cet 2.
Syaikh Karnil Muhammad
Uwaidah, Fikih Wanita, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2008)
Abu Malik Kamal bin Sayyid
Salim, Fiqih Sunah untuk Wanita, (Jakarta: Al-Ptishom Cahaya
Umat, 2007)
irmafitroturrohmah.blogspot.co.id/2012/12/makalah-pai-haji-dan-umrah.html
academia.edu/6782348/perbedaan_antara_umroh_dan_haji
Comments
Post a Comment